Cancel Culture
Pendahuluan
Menyepi sejenak untuk merenung kembali sebuah budaya memang perlu.
Setelah menonton film Budi Pekerti ini :
Maka kita akan melihat sebuah budaya :
Cancel CultureApa itu Cancel Culture ?
Secara harfiah artinya adalah :
Budaya masyarakat yang mengucilkan, menolak, dan membully seorang public figur sebagai tanggapan atas perilaku atau pendapat yang tidak menyenangkan.
Biasanya Cancel Culture ini sering ditemui di Media Sosial.
Biasanya Cancel Culture ini sering ditujukan kepada Artis, Public Figure, dan orang terkenal..
Biasanya Cancel Culture ini dilakukan dengan cara menyebarkan kesalahan Artis, Public Figure, dan orang terkenal., dan mengajak orang lain untuk ikutan mengucilkan, membesar-besarkan kesalahannya, sehingga berakibat kepada karir, finansial, dan popularitasnya.
Contohnya :
- dari cerita Budi Pekerti diatas, gara-gara video seorang guru dituduh mengumpat, maka karir guru tersebut yang baik selama 20 tahun seakan-akan terhapus dan persepsi orang terhadapnya menjadi berubah kebalikannya.
- ketika seorang artis melakukan sebuah tindakan tidak terpuji, maka fans nya akan berbalik menyerang media sosialnya atau personal atau keluarganya.
- ketika seorang publik figur melakukan kesalahan , maka borok dan aib yang ada pada dirinya akan dikorek dan diumbar sehingga menghancurkan karir atau popularitas, atau pun keluarganya.
Apakah Cancel Culture ini baik ?
Kalau kita lihat sisi baiknya, Cancel Culture ini sebenarnya ada baiknya juga.
Misalnya :
- memberikan informasi/message mengenai apa yang dilakukan oleh orang tersebut bukan contoh yang baik.
- memberikan kekuatan “People Power”, tanpa harus menunggu lama pejabat yang mempunyai otoritas untuk bertindak.
- mengungkapkan sesuatu yang salah dari awal.
- mendidik diri kita dan orang lain untuk mendahulukan pikiran daripada emosi / tindakan buruk ketika melakukan sesuatu.
Lalu jeleknya Cancel Culture ini apa ?
Tentu saja ada kekurangannya ..
Misalnya :
-
membuat orang lain yang mungkin tidak tahu masalahnya menjadi ikut-ikutan dan menjadi ikut menghakimi.
-
bisa membuat situasi menjadi chaos, yang kemudian bisa saja ditunggangi oleh niat jahat, dsb.
-
cancel culture ini biasanya juga memaksakan pendapat atau interpretasi terhadap sebuah kejadian, sehingga yang terjadi adalah binary option saja. Yaitu ikut pendapat itu berarti satu kelompok, selainnya adalah kelompok lawan. Tidak ada Berpikir Win Win
Kenapa Cancel Culture ini bisa populer ?
Cancel Culture ini menjadi populer karena :
- adanya media sosial yang menjadi kekuatan baru untuk menunjukkan “power” baik bagi yang “sudah” mempunyai power sebelumnya atau bahkan lebih lagi untuk yang “belum” mempunyai power sama sekali sebelumnya.
- adanya “tekanan” dan FOMO terhadap sebuah kejadian yang bisa diekspose melalui media publik.
Bagaimana untuk menghindari Cancel Culture ini ?
Sebenarnya Cancel Culture ini bisa muncul karena adanya :
- Rasa kesal, marah terhadap sebuah kejadian atau tindakan seseorang.
- Rasa kalau saya lebih baik dari orang tersebut.
- Rasa ingin memberikan teguran, pelajaran, dan juga didikan terhadap orang tersebut.
- dll
Dan Cancel Culture hanyalah sebuah Tools atau alat saja dalam mencapai tujuan tersebut.
Dalam norma-norma masyarakat dan agama kita, sebenarnya kasus-kasus diatas sudah di adaptasi dan membuatnya menjadi lebih beradab.
Seperti :
- Perbaiki kesalahan kecil saudaramu dengan cara personal.
- Tetap berprasangka baik untuk kesalahan kecil yang dilakukan oleh saudaramu.
- Memaafkan untuk kesalahan yang dilakukan oleh saudaramu yang tidak disengaja.
- Bertujuanlah untuk membuat orang lain menjadi orang yang lebih baik.
Akan tetapi tentu saja ada batasan sejauh mana sebuah tindakan yang menimbulkan cancel culture bisa didiamkan saja dengan pendekatan personal.
Dan sejauh mana sebuah tindakan bisa dimasukkan dalam ranah Pidana dan Perdata.
Oleh karena itu ada konsep Context / Ruang Lingkup sebuah kasus ketika berbicara mengenai Cancel Culture ini.
Bagaimana memahami tingkat kesalahan yang dilakukan oleh objek Cancel Culture tersebut ?
Oh tentu saja ini merupakan hal yang cukup critical untuk dipahami.
Seperti yang diinfokan diatas, bahwa Context / Ruang Lingkup sebuah kasus merupakan esensi dari kita menganalisa kasus per kasus.
Ketika tindakan yang dilakukan secara sengaja, tentu saja itu sudah masuk ranah Pidana atau Perdata.
Apalagi yang berkaitan dengan hal-hal sensitif.
Ada lagi yang dikaitkan dengan kebebasan berbicara dan berpendapat.
Ujung-ujungnya memang dikembalikan lagi kepada etika, norma dasar, dan kearifan kita dalam memahami sebuah kasus.